Kamis, 23 April 2015
Sembilan sebab manusia menjadi sesat
Oleh: Muhamad Rifa’i
Menurut M. Quraish Shihab dalam tafsirnya Al-Mishbah, kata
sesat (dhalla) disebutkan sebanyak 190 kali di dalam Al-Qur’an. Kata ini
mulanya bermakna kehilangan jalan, bingung atau tidak tahu arah. Makna ini
berkembang sehingga bisa dipahami sesat dari jalan kebijakan sehingga bisa
dipahami tindakan atau ucapan yang tidak menyentuh kebenaran (jilid I, hlm.
74). Oleh karena itu, Allah swt. memberikan petunjuk yang harus kita ikuti
sebagaimana firman-Nya,
“dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang
lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain)[1],
karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalanNya. Yang demikian itu
diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.” (al-An’aam: 153)
Paling tidak ada sembilan faktor yang menyebabkan manusia
menjadi sesat yaitu sebagai berikut.
1.
Tidak Mengikuti Syariat
Dr. Yusuf Qaradhawi Menyatakan bahwa syariat itu
tujuannya ada dua. Pertama, untuk mewujudkan kemaslahatan atau
kebaikan bagi manusia, karena ada perintah-perintah yang harus dilaksanakan. Kedua,untuk
mencegah mafsadat atau kerusakan bagi manusia, karena ada larangan yang harus
dijauhi. Manakala ada muslim yang tidak mau diatur dengan syariat ia tergolong
sesat, bahkan sesat yang sangat nyata. Allah swt. berfirman,
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak
(pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan
suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan
mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia
telah sesat, sesat yang nyata.” (al-Ahzaab: 36)
2.
Mengikuti Tradisi Nenek
Moyang
Manusia memiliki kebiasaan, ada yang baik dan buruk, tradisi
yang buruk harus ditinggalkan. Allah swt. berfirman,
“Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah mengikuti
apa yang diturunkan Allah dan mengikuti Rasul." Mereka menjawab:
"Cukuplah untuk kami apa yang kami dapati bapak-bapak kami
mengerjakannya." Dan apakah mereka itu akan mengikuti nenek moyang mereka
walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula)
mendapat petunjuk?.” (al-Maa’idah: 104)
3.
Mengikuti Hawa Nafsu
Pada diri manusia, sudah ada berbagai keinginan yang boleh
saja dipenuhi, namun harus dengan cara yang benar dan tidak bersifat negatif,
bila tidak, inilah yang disebut dengan hawa nafsu. Secara harfiah, hawa adalah
kecenderungan kepada syahwat, juga mengandung arti yang nilainya turun, tetapi
konotasinya negatif yang berarti bila dipenuhi akan berdampak negatif dalam
kehidupan dunia dan akherat sehingga bisa menjadi sesat, Allah swt. berfirman,
“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa
nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya[2]
dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan
atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah
(membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?”
(al-Jaatsiyah: 23)
Manakala kita tidak mampu menundukkan hawa nafsu, Rasulullah
saw. tidak mau mengakui keimanan kita meskipun kita sudah menyatakan diri
beriman, beliau bersabda,
لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يَكُوْنُ هَوَاهُ تَبَعً لِمَا جِئْتُ
بِهِ
“Tidak beriman seseorang dari kamu sehingga hawa nafsunya
mengikuti apa yang aku bawa (syariat islam)” (HR. Hakim)
Dalam ayat lain Allah swt. berfirman,
“Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah
(penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia
dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan
kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat darin jalan Allah
akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.”
(Shaad: 26)
4.
Menukar Iman dengan
Kekafiran
Sebagaimana Allah swt. berfirman,
“Apakah kamu menghendaki untuk meminta kepada Rasul kamu
seperti Bani Israil meminta kepada Musa pada jaman dahulu? Dan barangsiapa yang
menukar iman dengan kekafiran, maka sungguh orang itu telah sesat dari jalan
yang lurus.”[3]
(al-Baqarah: 108)
5.
Menyekutukan Allah SWT.
Tauhid merupakan prinsip terpenting, siapa saja yang menyekutukan
Allah swt. maka dia orang yang sesat. Bahkan bila mati dalam keadaan syirik,
dia tidak akan mendapat ampunan Allah, dalam firman-Nya,
“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan
(sesuatu) dengan Dia, dan dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa
yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah,
maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya.” (an-Nisaa’: 116)
6.
Menjadikan Musuh Sebagai
Teman
Antara yang haq dan yang batil selalu bertentangan. Orang
yang tidak suka kepada kebenaran yang datang dari Allah swt. merupakan
musuh-musuh Allah, musuh islam dan musuh kaum muslimin. Karena itu jangan
sampai kaum muslimin menjadikan musuh sebagai sahabatnya. Allah swt. berfirman,
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil
musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada
mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya
mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu, mereka mengusir
Rasul dan (mengusir) kamu karena kamu beriman kepada Allah, Tuhanmu. Jika kamu
benar-benar keluar untuk berjihad di jalan-Ku dan mencari keridhaan-Ku
(janganlah kamu berbuat demikian). Kamu memberitahukan secara rahasia
(berita-berita Muhammad) kepada mereka, karena rasa kasih sayang. Aku lebih
mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan. Dan
barangsiapa di antara kamu yang melakukannya, maka sesungguhnya dia telah
tersesat dari jalan yang lurus.” (al-Mumtahanah: 1)
7.
Menghalangi manusia dari
jalan Allah SWT
Orang yang beriman pasti menempuh jalan yang lurus dan orang
kafir itu sesat karena menghalangi dari jalan Allah swt. sebagaimana
firman-Nya,
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan
menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah, benar-benar telah sesat
sejauh-jauhnya.” (an-Nisaa’: 167)
8.
Membunuh Anak
Allah swt. berfirman,
“Sesungguhnya rugilah orang yang membunuh anak-anak
mereka, karena kebodohan lagi tidak mengetahui[4]
dan mereka mengharamkan apa yang Allah telah rezki-kan pada mereka dengan
semata-mata mengada-adakan terhadap Allah. Sesungguhnya mereka telah sesat dan
tidaklah mereka mendapat petunjuk.” (al-An’aam: 140)
Oleh karena itu membunuh anak dosanya amat besar. Karena
anak merupakan karunia Allah swt. yang harus disyukuri serta amanah yang harus
diurus dan dipertanggungjawabkan.
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut
kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu.
Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.” (al-Israa’: 31)
9.
Tidak Mengimani Akhirat
Percaya pada adanya kehidupan akhirat merupakan sesuatu yang
sangat penting, bila tidak maka dia termasuk orang-orang yang sesat. Allah swt.
berfirman,
“Sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada
negeri akhirat, Kami jadikan mereka memandang indah perbuatan-perbuatan mereka,
maka mereka bergelimang (dalam kesesatan).” (an-Naml: 4)
[2]
Maksudnya Tuhan membiarkan orang itu sesat, karena Allah telah mengetahui bahwa
dia tidak menerima petunjuk-petunjuk yang diberikan kepadanya.
[3]
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Rafi' bin Huraimalah dan Wahab bin zaid
berkata kepada Rasulullah SAW: "Hai Muhammad! Cobalah turunkan kepada kami
suatu kilat yang akan kami baca, atau buatlah sungai yang mengalir airnya,
pasti kami akan mengikuti dan mempercayai tuan." Maka Allah menurunkan
ayat tersebut di atas (S. 2: 108) sebagai peringatan agar umat Islam tidak
mengikuti bani Israil di dalam mengikuti ajaran Rasul.
(Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Sa'id atau 'Ikrimah yang bersumber
dari Ibnu Abbas.)
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa orang kafir Quraisy meminta kepada Nabi
Muhammad SAW supaya gunung Shafa dijadikan emas. Maka Nabi SAW bersabda:
"Baiklah, akan tetapi apabila kamu kufur, gunung ini akan berakibat
seperti hidangan yang diminta bani Israil." (Sebagaimana tercantum dalam
surat al-Maidah 112/115, kaum Hawariyyun meminta kepada Nabi ISa, agar Allah
menurunkan hidangan dari langit. Allah mengabulkannya dengan ancaman siksaan
bagi orang yang kufur kepada-Nya.) Kaum Quraisy menolak syarat tersebut,
kemudian pulang. Maka Allah menurunkan ayat ini (S. 2: 108) berkenaan dengan
peristiwa tersebut.
(Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Mujahid.)
Menurut riwayat lain turunnya ayat ini (S. 2: 108) sehubungan dengan peristiwa
ketika orang-orang Arab meminta kepada Nabi Muhammad SAW agar mendatangkan
Allah kepada mereka, sehingga dapat terlihat dengan nyata oleh mata mereka.
(Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari as-Suddi.)
Menurut riwayat lain dikemukakan bahwa seorang laki-laki berkata kepada
Rasulullah SAW: "Ya Rasulullah, bagaimana kalau kifarat (denda tebusan
dosa) kami disamakan saja dengan kifarat bani Israil? Nabi SAW menjawab:
"Maha Suci Allah, sungguh aku tidak menghendakinya. Karena Allah
memberikan kepadamu yang lebih baik daripada yang diberikan kepada bani Israil
dahulu. Apabila mereka melakukan kejahatan, tertulislah itu di atas pintu rumah
mereka dan kifaratnya. Apabila telah ditunaikan kifaratnya, tinggallah kehinaan
baginya di dunia. Dan apabila tidak ditunaikan mereka akan mendapat pula
kehinaan di akhirat. Bukankah Allah telah memberikan yang lebih baik kepadamu
daripada itu dengan firman-Nya: "Dan barangsiapa mengerjakan kejahatan
atau menganiaya dirinya, kemudian ia minta ampun kepada Allah, niscaya ia
mendapati Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang." (QS 4: 110). Dan
selanjutnya Nabi SAW bersabda: "Shalat yang lima, dan shalat Jum'at sampai
Shalat Jum'at berikutnya menjadi kifarat kesalahan yang dikerjaan di antara
waktu kesemuanya itu." Maka Allah menurunkan ayat tersebut di atas (S.
2:108), sebagai teguran terhadap orang yang ingin mengubah ketentuan Allah.
(Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Abal-'Aliah.)
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Tidak ada komentar :
Posting Komentar