Rabu, 18 Februari 2015
PENGANGKATAN KHULAFAUR RASYIDIN
Abu Bakar ash-Shiddiq RA
Pasca meninggalnya Rasulullah SAW, kaum Anshar (penduduk asli Madinah),
berkumpul di Saqifah bani Saa’idah. Bukan sekadar berkumpul, tapi mereka sedang
mendulang dukungan kepada Sa’ad bin Ubaidah RA sebagai pimpinan, menggantikan
Nabi. Peristiwa tersebut didengar oleh Umar bin Khaththab. Umar lalu
memberitahukan kepada Abu Bakar ash-Shiddiq. Lalu, Umar dan Abu Bakar mengajak
Abu Ubaidah RA menuju ke Saqifah bani Saa’idah.
Sesampainya di sana, jumlah umat semakin banyak, dan di depan umat
itulah Abu Bakar berpidato agar umat memilih Umar atau Abu Ubaidah. Tapi
keduanya menolaknya. Bahkan Umar dan Abu Ubaidah bersepakat untuk membaiat Abu
Bakar. Belum juga mereka menjabat tangan Abu Bakar, Basyir bin Sa’ad yang
berasal dari kaum Anshar, menjabat tangan Abu Bakar dan langsung membaiatnya.
Dari sini lalu khalayak membaiat Abu Bakar, baik dari kalangan Anshar,
Muhajirin, dan tokoh Islam lainnya. Abu Bakar tidak lagi sanggup menolak amanah
yang diberikan umat kepadanya.
Umar bin Khaththab RA
Tatkala Abu Bakar ash-Shiddiq merasakan ajalnya sudah dekat, ia
mengundang para sahabat untuk membahas siapa penggantinya. Abu Bakar juga
menulis surat yang ditujukan kepada khalayak, yang menjelaskan atas apa
pilihannya itu. Abu Bakar menjatuhkan pilihannya kepada Umar bin Khaththab.
“Tapi, kepada para sahabat, Abu Bakar berkata, ‘Saya menjatuhkan pilihan kepada
Umar, tapi Umar bebas menentukan sikap’.”
Rupanya, umat juga bersetuju dengan Abu Bakar. Lalu, kepada Umar, Abu
Bakar berpesan, “Sepeninggalku nanti, aku mengangkatmu sebagai penggantiku…”
ucap Abu Bakar pada Umar bin Khaththab.
“Aku sama
sekali tak memerlukan jabatan khalifah itu,” Umar menolak.
Tapi, atas desakan Abu Bakar dan dengan argumentasi yang membawa misi
Ilahi, Umar luluh dan menerimanya. Sepeninggal Abu Bakar, ketika Umar dilantik
jadi khalifah, ia justru menangis. Orang-orang pun bertanya, “Wahai Amirul
Mukminin, mengapa engkau menangis menerima jabatan ini?”
“Aku ini
keras, banyak orang yang takut padaku. Kalau aku nanti salah, lalu siapa yang
berani mengingatkan?”
Tiba-tiba, muncullah seorang Arab Badui dengan menghunus pedangnya,
seraya berkata, “Aku, akulah yang mengingatkanmu dengan pedang ini.”
“Alhamdulillah,”
puji Umar pada Ilahi, karena masih ada orang yang mau dan berani
mengingatkannya bila ia melakukan kesalahan.
Utsman bin Affan RA
Sebagaimana tersebut dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim,
Umar tidak mau menunjuk penggantinya. Kepada para sahabat, dia berpesan,
“Hendaklah kalian meminta pertimbangan pada sekelompok orang yang oleh
Rasulullah SAW pernah disebut sebagai calon penghuni surga. Mereka adalah Ali
bin Abi Thalib RA, Utsman bin Affan RA, Abdurrahman bin Auf RA, Zubair bin
al-Awwam RA, Sa’ad bin Abi Waqqash RA dan Thalhah bin Sa’ad Ubaidillah RA.
Hendaklah
engkau memilih salah satu dari mereka untuk menjadi pemimpin. Dan bila sudah
terpilih, maka dukunglah dan bantulah pemimpin itu dengan baik.”
Ketika Umar meninggal dunia, para sahabat berkumpul di rumah Aisyah RA,
kecuali Thalhah yang sedang berada di luar kota. Mereka pun bermusyawarah,
siapa sebaiknya yang patut menggantikan Umar. Di tengah membicarakan
mekanismenya, Abdurrahman angkat bicara, “Siapa di antara kalian yang
mengundurkan diri dari pencalonan ini, maka dia berhak menentukan siapa
pengganti Khalifah Umar.” Tak seorang pun yang berkomentar. Maka, Abdurrahman
berinisiatif mengundurkan diri. Yang lain berjanji akan tetap bersama
Abdurrahman, dan menerima apa yang akan diputuskannya.
Meski sudah mendapat mandat dari para calon ahli surga, Abdurrahman tak
mau gegabah untuk memutuskan siapa yang mesti dipilih sebagai khalifah. Selama
tiga hari tiga malam Abdurrahman mendatangi berbagai komponen masyarakat untuk
didengar aspirasinya.
Pada hari ketiga, barulah Abdurrahman memutuskan Utsman sebagai
pengganti Umar. Abdurrahman membaiat Utsman, diikuti oleh para sahabat lainnya,
termasuk mereka yang disebut-sebut oleh Rasulullah SAW sebagai ahli surga.
Ali bin Abi Thalib RA
Akhir hayat Utsman juga sama dengan yang dialami oleh Umar bin
Khaththab, dibunuh oleh seseorang yang tak menyukai Islam terus berjaya.
Sepeninggal Utsman, Ali didatangi oleh kaum Anshar dan Muhajirin. Mereka
bersepakat untuk membaiat Ali. Tapi Ali menolaknya, karena ia memang tidak berambisi
untuk menduduki jabatan duniawi. Tak ada pilihan, tak ada tokoh sekaliber dia.
Umat pun terus mendesak. Akhirnya Ali luluh, dan berucap, “Baiklah, kalau
begitu kita lakukan di masjid saja.” Dan Ali, dibaiat di dalam masjid.
sumber : dakwatuna
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Tidak ada komentar :
Posting Komentar