Kamis, 23 April 2015
Tujuh Karakter Binatang Pada Manusia
Oleh: Muhamad Rifa’i
Pada dasarnya
manusia adalah makhluk yang mulia, namun mereka bisa saja tidak beda dengan
binatang, bahkan bisa lagi lebih rendah martabatnya.
Ketika
manusia disebut seperti binatang, salah satu yang harus kita pahami adalah
bahwa binatang itu memiliki orientasi materi dan kesenangan syahwat. Di dalam
al-Qur’an paling tidak ada tujuh nama binatang untuk menyebutkan karakter
manusia yang jelek.
1.
Seperti Anjing
Anjing sangat tunduk, patuh dan
setia kepada siapa pun yang memberi makan dan minum, meskipun dia seorang
penjahat. Manusia yang seperti anjing tidak mau tunduk kepada ayat-ayat
Al-Qur’an yang telah diturunkan, dihalau atau tidak ia tetap akan menjulurkan
lidahnya. Allah berfirman,
“Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan
(derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan
menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika
kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia
mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang
mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu
agar mereka berfikir” (al-A’raaf: 176)
2.
Seperti Bunatang Ternak
Binatang ternak tidak memiliki
keistimewaan, nilai jualnya hanya terletak pada beratnya, sedang binatang
peliharaan karena kelebihan atau keistimewaan. Bila manusia seperti binatang
ternak, kedudukannya sudah begitu rendah dari binatang peliharaan. Allah swt.
berfirman,
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka
Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak
dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata
(tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan
mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar
(ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih
sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (al-A’raaf: 179)
3.
Seperti Kera
Kera atau monyet adalah binatang
yang serakah, keserakahan membuat orang-orang Yahudi melanggar ketentuan Allah
swt. sebagaimana firman-Nya,
“Dan sesungguhnya telah kamu ketahui orang-orang yang
melanggar diantaramu pada hari Sabtu[1],
lalu Kami berfirman kepada mereka: "Jadilah kamu kera[2]
yang hina". (al-Baqarah: 65)
Sesudah
mereka melakukan pelanggaran, mereka pun tidak merasa bersalah, bahkan
membanggakan kesalahan itu. Allah swt. berfirman,
“Maka tatkala mereka bersikap sombong terhadap apa yang
dilarang mereka mengerjakannya, Kami katakan kepadanya: "Jadilah kamu kera
yang hina[3].
(al-A’raaf: 166)
4.
Seperti Babi
Babi bukan hanya senang dengan
kekotoran, tetapi juga tidak memiliki rasa cemburu, ia akan membiarkan saja
perbuatan tidak senonoh yang dilakukan pihak lain terhadap keluarganya,
begitulah bila manusia memiliki karakter babi dalam dirinya. Allah swt. berfirman,
“Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum)
Taurat dan Injil dan (Al Quran) yang diturunkan kepada mereka dari Tuhannya,
niscaya mereka akan mendapat makanan dari atas dan dari bawah kaki mereka[4].
Diantara mereka ada golongan yang pertengahan[5].
Dan alangkah buruknya apa yang dikerjakan oleh kebanyakan mereka.”
(al-Maa’idah: 60)
5.
Seperti Laba-Laba
Dalam hidup ini, banyak manusia
yang berlindung kepada selain Allah. Mereka membentengi diri dengan
bangunan-bangunan yang mereka persenjatai diri dengan persenjataan yang
canggih, bahkan ada yang melindungi dirinya dengan setan dengan jampi-jampi,
jimat-jimat, isim-isim dan lain sebagainya mereka sudah merasa kuat dan tidak
ada yang bisa mengalahkannya, padahal semua itu sebenarnya lemah, begitulah
manusia model laba-laba. Allah swt. berfirman,
“Perumpamaan orang-orang yang mengambil
pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah.
Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba kalau mereka
mengetahui.” (al-‘Ankabuut: 41)
6.
Seperti Nyamuk
Perumpamaan seperti nyamuk
mengisyaratkan kepada kita jangan kita menjadi seperti nyamuk, yakni
keberadaannya tidak disukai karena suka mengganggu, mencari nafkah dengan
menyakiti dan mengambil dak orang lain dan bila makan secara berlebihan hingga
akhirnya mati. Allah swt. berfirman,
“Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan
berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu[6].
Adapun orang-orang yang beriman, maka mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar
dari Tuhan mereka, tetapi mereka yang kafir mengatakan: "Apakah maksud
Allah menjadikan ini untuk perumpamaan?." Dengan perumpamaan itu banyak
orang yang disesatkan Allah[7],
dan dengan perumpamaan itu (pula) banyak orang yang diberi-Nya petunjuk. Dan
tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik[8],”
(al-Baqarah: 26)
7.
Seperi Keledai
Keledai melambangkan kebodohan karena tidak konsekuen,
ajaran yang datang dari Allah swt. diyakini, tetapi diabaikannya. Allah swt.
berfirman,
“Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya
Taurat, kemudian mereka tiada memikulnya[9]
adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Amatlah buruknya
perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. Dan Allah tiada memberi
petunjuk kepada kaum yang zalim.” (al-Jumu’ah: 5)
[2],
3. Sebagian ahli tafsir
memandang bahwa ini sebagai suatu perumpamaan , artinya hati mereka menyerupai
hati kera, karena sama-sama tidak menerima nasehat dan peringatan. Pendapat
Jumhur mufassir ialah mereka betul-betul beubah menjadi kera, hanya tidak
beranak, tidak makan dan minum, dan hidup tidak lebih dari tiga hari.
[4]
Maksudnya: Allah akan melimpahkan rahmat-Nya dari langit dengan menurunkan
hujan dan menimbulkan rahmat-Nya dari bumi dengan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan
yang buahnya melimpah ruah.
[5]
Maksudnya: orang yang berlaku jujur dan lurus dan tidak menyimpang dari
kebenaran.
[6]
Diwaktu turunnya surat Al Hajj ayat 73 yang di dalamnya Tuhan menerangkan bahwa
berhala-berhala yang mereka sembah itu tidak dapat membuat lalat, sekalipun
mereka kerjakan bersama-sama, dan turunnya surat Al Ankabuut ayat 41 yang di
dalamnya Tuhan menggambarkan kelemahan berhala-berhala yang dijadikan oleh
orang-orang musyrik itu sebagai pelindung sama dengan lemahnya sarang
laba-laba.
[7]
Disesatkan Allah berarti: bahwa orang itu sesat berhubung keingkarannya dan
tidak mau memahami petunjuk-petunjuk Allah. Dalam ayat ini, karena mereka itu
ingkar dan tidak mau memahami apa sebabnya Allah menjadikan nyamuk sebagai
perumpamaan, maka mereka itu menjadi sesat.
[8]
Keterangan ayat ini :
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ketika Allah
membuat dua contoh perumpamaan kaum munafiqin dalam firman-Nya (Surat Al
Baqarah 17 dan 19), berkatalah kaum munafiqin: "Mungkinkah Allah Yang Maha
Tinggi dan Maha Luhur membuat contoh seperti ini?" Maka Allah turunkan
ayat tersebut di atas (S. 2: 26). Ayat ini menegaskan bahwa dengan
perumpamaan-perumpamaan yang Allah kemukakan, orang yang beriman akan menjadi
lebih tebal imannya. Dan hanya orang fasiq yang akan lebih sesat dari petunjuk
Allah.
(Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dengan berbagai sanad yang bersumber dari
as-Suddi.)
Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa ayat 26 tersebut di atas (S. 2: 26)
diturunkan sehubungan dengan surat al-Haj ayat 73 dan surat al-Ankabut ayat 41.
Dengan reaksi kaum munafiqin yang berkata: "Bagaimana pandanganmu tentang
Allah yang menerangkan lalat dan laba-laba di dalam al-Quran yang diturunkan
kepada Muhammad. Apakah ini bukan bikinan Muhammad?"
(Diriwatkan oleh al-Wahidi dari Abdul Ghani bin Said at-Tsaqafi, dari Musa
bin Abdurrahman dari Ibnu Juraij dari Atha yang bersumber dari Ibnu Abbas.
Abdul Ghani sangat dla'if.)
Dalam riwayat lain dikemukakan, bahwa ketika Allah menerangkan laba-laba dan
lalat dalam surat al-Hajj 73 (S. 22: 73) dan al-Ankabut 41 (S. 29: 41) kaum
musyrikin berkata: "Apa gunanya laba-laba dan lalat diterangkan dalam
al-Qur'an?" Maka Allah turunkan ayat tersebut di atas (S. 2. 26).
(Diriwayatkan oleh Abdurrazaq dalam tafsirnya, dari Ma'mar yang bersumber
dari Qatadah.)
Dalam riwayat lain dikemukakan, bahwa ayat tersebut di atas (S. 2: 26)
diturunkan sehubungan dengan surat al-Hajj 73 dan surat al-Ankabut 41, dengan
reaksi kaum musyrikin yang berkata: "Contoh macam apakah ini yang tidak
patut dibuat perumpamaan?"
(Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Hasan.)
Keterangan:
Menurut as-Suyuthi: "Pendapat yang pertama (Ibnu Jarir) lebih shahih
sanadnya dan lebih munasabah dengan permulaan surat. Sedangkan yang menerangkan
kaum musyrikin, tidak sesuai dengan keadaan ayat Madaniyyah (yang diturunkan di
Madinah)." Adapun yang diriwayatkan oleh al-Wahidi (sebagaimana telah kami
kemukakan di atas) yang bersumber dari Qatadah dan Hasan, dengan tidak pakai
isnad, munasabah apabila menggunakan kata: "Berkatalah kaum Yahudi."
[9]
Maksudnya: tidak mengamalkan isinya, antara lain tidak membenarkan kedatangan
Muhammad s.a.w.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Tidak ada komentar :
Posting Komentar