Rabu, 29 Juli 2015
Sabtu, 16 Mei 2015
Ingin Kaya? Ko takut Miskin?!
Kita bisa mencontoh kesuksesan
Nabi, sahabat, tabi’in, tabii’ tabi’in serta orang-orang superkaya yang tetap
hidup dalam kedermawanan dan ketaatan. Banyak dari mereka yang awalnya bukan
siapa-siapa alias bukan dari golongan konglongmerat, tetapi mereka yakin dengan
berbagi, rezeki akan dilipatgandakan hingga tak terbatas sesuai kehendak Allah
swt.
“Perumpamaan (nafkah yang
dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah[1]
adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap
bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia
kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.”
(Al-Baqarah: 261)
Suatu
ketika Nabi saw. di kamarnya. Beliau mau tidur tapi tidak mampu menutup
matanya. Beliau tampak gelisah, melihat itu, istri beliau bertanya, “Ya
Rasulullah kenapa engkau tidak bisa tidur?” beliau menjawab “Tadi ada sebiji
kurma yang terletak di suatu tempat, aku khawatir kurma itu tidak termakan dan
akhirnya terbuang percuma sehingga aku segera memakannya. Sekarang aku menyesal
karena mungkin buah itu dikirimkan ke sini untuk diberikan kepada fakir
miskin.” Begitulah kedermawanan Rasulullah saw. hingga pada taraf makanan yang
dianggap murah sekalipun.
Di zaman
Nabi saw. banyak konglongmerat sukses seperti Abu Bakar, Usman, Thalhah maupun
Abdurrahman bin Auf yang hidupnya didedikasikan untuk berbagi demi kemajuan
umat. Abu Bakar pernah bersedekah 100% dari kekanyaannya. Umar 50% dan usman pernah membeli sebuah sumur, yang
disebut Bir Rumah untuk diberikan kepada kaum muslim secara gratis. Abdurrahman
bin Auf pernah bersedekah 1.000 ekor domba untuk fakir miskin. Ali Zainal
Abidin, seorang keturunan Nabi saw. gemar memikul gandum di malam hari dan
membagikannya kepada fakir miskin. Kerika orang yang datang minta tolong, ia
berkata, “Selamat datang wahai orang yang berkenan memikul bekalku untuk hari
akhirat.”
Ibnu Mas’ud
pernah bercerita, “Ketika Rasulullah saw. memberi tahu untuk bersedekah, maka
beberapa orang diantara kami datang ke pasar untuk menawarkan tenaganya. Mereka
membawa barang-barang yang berat di punggung dan pulang dengan membawa satu
mangkuk biji-bijian yang kemudian disedekahkan.”
Nabi saw. lebih senang menyantuni
janda dan fakir miskin daripada shalat ribuan rakaat. Ketika beliau ditanya,
“Ya Rasulullah mana yang lebih engkau sukai memenuhi kebutuhan janda dan fakir
miskin ataukah shalat sunnah 1000 rakaat?” Beliau menjawab “Memenuhi kebutuhan
janda dan fakir miskin lebih aku sukai daripada shalat sunnah tiga puluh ribu
rakaat.”
Konon, salah satu orang terkaya
di dunia, Warren Buffett, pernah mendonasikan sahamnya senilai 1,93 miliar
dolar AS atau hampir setara Rp. 20 triliun untuk kepentingan amal. Bill Gates
menghibahkan dana sebesar 20 juta dolar AS untuk pendidikan. Ratu talk show
Oprah Winfrey menyumbangkan sebanyak US$6 Juta (sekitar Rp53 miliar) untuk
sejumlah lembaga pendidikan di berbagai daerah.
“jika meminta kepada Tuhan Yang
Maha Pengasih, mintalah agar kita bisa bersodakoh lebih banyak, jangan meminta
agar menjadi kaya. Karena kaya akan Allah SWT berikan jika kita mau bersyukur
atas harta yang Tuhan berikan.”
Padahal Allah SWT berfiaman,
"Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan
menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka
sesungguhnya azab-Ku sangat pedih." (QS. Ibrahim: 7)
[1]
Pengertian menafkahkan harta di jalan Allah meliputi belanja untuk
kepentingan jihad, pembangunan perguruan, rumah sakit, usaha penyelidikan
ilmiah dan lain-lain.
Rabu, 29 April 2015
Kisah Yahudi Buta
Oleh: Muhamad Rifa'i
"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu
(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat
dan dia banyak menyebut Allah." (Qs. Al-Ahzab : 21)
Di pasar Madinah ada Yahudi yang buta. Ia selalu mengejek
Nabi saw. dan mengatakan sebagai orang gila, pembohong, dan tukang sihir. Namun
Nabi saw. tidak pernah menggubris ocehannya malah hampir setiap pagi, Nabi saw.
mendatanginya dengan membawa makanan. Tanpa berkata sepatah katapun, Nabi saw.
menyuapi makanan yang dibawa kepada Yahudi yang buta itu, beliau melakukan ini
hingga menjelang wafat. Setelah beliau wafat otomatis tidak ada yang membawa
makanan dan menyuapi orang Yahudi buta itu.
Abu bakar suatu saat berkunjung ke rumah anaknya (Aisyah).
Beliau bertanya kepadanya tentang sunnah Rasul yang belum ia kerjakan. Aisyah
menjawah pertanyaan ayahnya,
“Wahai ayah, engkau adalah
seorang ahli sunnah. Hampir tidak ada satu sunnah pun yang belum ayah lakukan
kecuali satu sunnah saja,” ucap Aisyah
“Apa itu?” tanya Abu Bakar
“Setiap pagi Rasulullah saw.
pergi ke ujung pasar dengan membawa makanan untuk seseorang pengemis Yahudi
buta yang ada disana,” jawab Aisyah
Esok harinya Abu Bakar pergi ke pasar dengan membawa makanan
untuk diberikan kepada Yahudi buta itu, tiba-tiba Yahudi marah sambil
berteriak, “siapa kamu….?!”
Abu Bakar menjawab, “Aku orang
yang biasanya.”
“Bukan ..! engkau bukan orang
yang biasa mendatangiku” sahut si Yahudi buta itu. Lalu melanjutkan bicaranya,
“jika ia datang tidak susah mulut ini mengunyah, orang yang biasa mendatangiku
selalu menyuapiku, tapi terlebih dahulu di haluskannya makanan itu, baru ia
berikan kepadaku.”
Abu Bakar yang mendengar jawaban itu menangis dan mengakui
bahwa ia bukan orang yang biasanya.
“Aku adalah salah satu dari sahabatnya. Orang yang mulia itu
telah tiada. Ia adalah Muhammad, Rasulullah saw.” tutur Abu Bakar. Pengemis itu
pun menangis setelah mendengar cerita Abu Bakar. Ia baru sadar orang yang
menyuapinya adalah orang yang selalu ia hina dan fitnah. Akhirnya si Yahudi pun
masuk islam berkat kelembutan sang Nabi saw.
Allah swt. berfirman,
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah
lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar,
tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah
mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam
urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah
kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal
kepada-Nya.” (QS. Ali Imran: 159)
Selasa, 28 April 2015
Sembilan Cara Setan Dalam Menyesatkan Manusia
Oleh : Muhamad Rifa'i
Di dalam al-Qur’an disebutkan ada sembilan cara yang
dilakukan setan dalam menyesatkan manusia, yaitu sebagai sebikut:
1.
Membisikan Kejahatan
Merusak hati merupakan sasaran dalam menyesatkan manusia,
karena setan membisikan kejahatan ke dalam hati manusia. Allah berfirman,
“Katakanlah: "Aku berlidung kepada Tuhan (yang
memelihara dan menguasai) manusia, Raja manusia, Sembahan manusia, Dari
kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi, yang membisikkan
(kejahatan) ke dalam dada manusia, dari (golongan) jin dan manusia,”
(an-Naas: 1-6)
2.
Membuat Lupa Larangan
Membuat lupa terhadap apa yang dilarang Allah menjadi
penting bagi setan, karenanya ia tempuh cara ini. Allah berfirman,
“Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan
ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan
pembicaraan yang lain. Dan jika syaitan menjadikan kamu lupa (akan larangan
ini), maka janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang zalim itu sesudah
teringat (akan larangan itu).” (al-An’aam: 68)
3.
Menumbuhkan Angan-Angan
Kosong
Angan-angan kosong akan membuat manusia semakin banyak
melakukan kemaksiatan, inilah yang ditanamkan setan ke dalam hati dan pikiran
manusia. Allah berfirman,
“dan aku benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan
membangkitkan angan-angan kosong pada mereka …” (an-Nisaa’:119)
4.
Memandang Baik Perbuatan
Yang Buruk
Memandang baik perbuatan yang buruk akan membuat manusia
semakin banyak melakukan kemaksiatan, inilah yang ditanamkan setan ke dalam
hati dan pikiran manusia. Allah swt. berfirman,
“Maka apakah orang yang dijadikan (syaitan) menganggap
baik pekerjaannya yang buruk lalu dia meyakini pekerjaan itu baik,…”
(Fathir: 8)
5.
Menyampaikan Janji-Janji
Palsu
Agar manusia sesat, setan mengiming-imingi dengan janji
palsu yang membuat manusia menyesal dalam kehidupan akhirat. Allah swt.
berfirman,
“Dan berkatalah syaitan tatkala perkara (hisab) telah
diselesaikan: "Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadamu janji yang
benar, dan akupun telah menjanjikan kepadamu tetapi aku menyalahinya.
Sekali-kali tidak ada kekuasaan bagiku terhadapmu, melainkan (sekedar) aku
menyeru kamu lalu kamu mematuhi seruanku, oleh sebab itu janganlah kamu
mencerca aku akan tetapi cercalah dirimu sendiri…..” (Ibrahim: 22)
6.
Melakukan Tipu Daya
Meskipun tipu daya setan lemah, ternyata banyak manusia yang
berhasil disesatkan sesat. Allah berfirman,
“Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, dan
orang-orang yang kafir berperang di jalan thaghut, sebab itu perangilah
kawan-kawan syaitan itu, karena sesungguhnya tipu daya syaitan itu adalah
lemah.” (an-Nisaa’: 76)
7.
Memalingkan Manusia Dari Jalan
Allah swt.
Memindahkan manusia dari jalan hidup yang benar ke jalan
hidup yang batil merupakan sesuatu yang diinginkan setan, Allah berfirman,
“Dan janganlah kamu sekali-kali dipalingkan oleh syaitan;
sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (az-Zukhruf: 62)
8.
Menanamkan Permusuhan
Permusuhan antara manusia akibat godaan setan, sehingga
terjadi sesuatu yang sangat tragis diantara sasamanya, Allah swt. berfirman,
“… Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai
mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya
mereka sanggup …” (al-Baqarah: 217)
9.
Menimbulkan Perselisihan
Perselisihan yang menyebabkan perpecahan dan permusuhan
merupakan hal yang harus diwaspadai. Allah swt. berfirman,
“Dan katakanlah kepada hamha-hamba-Ku: "Hendaklah
mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya syaitan itu
menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya syaitan itu adalah
musuh yang nyata bagi manusia.” (al-Israa’: 53)
Kamis, 23 April 2015
Tujuh Karakter Binatang Pada Manusia
Oleh: Muhamad Rifa’i
Pada dasarnya
manusia adalah makhluk yang mulia, namun mereka bisa saja tidak beda dengan
binatang, bahkan bisa lagi lebih rendah martabatnya.
Ketika
manusia disebut seperti binatang, salah satu yang harus kita pahami adalah
bahwa binatang itu memiliki orientasi materi dan kesenangan syahwat. Di dalam
al-Qur’an paling tidak ada tujuh nama binatang untuk menyebutkan karakter
manusia yang jelek.
1.
Seperti Anjing
Anjing sangat tunduk, patuh dan
setia kepada siapa pun yang memberi makan dan minum, meskipun dia seorang
penjahat. Manusia yang seperti anjing tidak mau tunduk kepada ayat-ayat
Al-Qur’an yang telah diturunkan, dihalau atau tidak ia tetap akan menjulurkan
lidahnya. Allah berfirman,
“Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan
(derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan
menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika
kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia
mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang
mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu
agar mereka berfikir” (al-A’raaf: 176)
2.
Seperti Bunatang Ternak
Binatang ternak tidak memiliki
keistimewaan, nilai jualnya hanya terletak pada beratnya, sedang binatang
peliharaan karena kelebihan atau keistimewaan. Bila manusia seperti binatang
ternak, kedudukannya sudah begitu rendah dari binatang peliharaan. Allah swt.
berfirman,
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka
Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak
dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata
(tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan
mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar
(ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih
sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (al-A’raaf: 179)
3.
Seperti Kera
Kera atau monyet adalah binatang
yang serakah, keserakahan membuat orang-orang Yahudi melanggar ketentuan Allah
swt. sebagaimana firman-Nya,
“Dan sesungguhnya telah kamu ketahui orang-orang yang
melanggar diantaramu pada hari Sabtu[1],
lalu Kami berfirman kepada mereka: "Jadilah kamu kera[2]
yang hina". (al-Baqarah: 65)
Sesudah
mereka melakukan pelanggaran, mereka pun tidak merasa bersalah, bahkan
membanggakan kesalahan itu. Allah swt. berfirman,
“Maka tatkala mereka bersikap sombong terhadap apa yang
dilarang mereka mengerjakannya, Kami katakan kepadanya: "Jadilah kamu kera
yang hina[3].
(al-A’raaf: 166)
4.
Seperti Babi
Babi bukan hanya senang dengan
kekotoran, tetapi juga tidak memiliki rasa cemburu, ia akan membiarkan saja
perbuatan tidak senonoh yang dilakukan pihak lain terhadap keluarganya,
begitulah bila manusia memiliki karakter babi dalam dirinya. Allah swt. berfirman,
“Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum)
Taurat dan Injil dan (Al Quran) yang diturunkan kepada mereka dari Tuhannya,
niscaya mereka akan mendapat makanan dari atas dan dari bawah kaki mereka[4].
Diantara mereka ada golongan yang pertengahan[5].
Dan alangkah buruknya apa yang dikerjakan oleh kebanyakan mereka.”
(al-Maa’idah: 60)
5.
Seperti Laba-Laba
Dalam hidup ini, banyak manusia
yang berlindung kepada selain Allah. Mereka membentengi diri dengan
bangunan-bangunan yang mereka persenjatai diri dengan persenjataan yang
canggih, bahkan ada yang melindungi dirinya dengan setan dengan jampi-jampi,
jimat-jimat, isim-isim dan lain sebagainya mereka sudah merasa kuat dan tidak
ada yang bisa mengalahkannya, padahal semua itu sebenarnya lemah, begitulah
manusia model laba-laba. Allah swt. berfirman,
“Perumpamaan orang-orang yang mengambil
pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah.
Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba kalau mereka
mengetahui.” (al-‘Ankabuut: 41)
6.
Seperti Nyamuk
Perumpamaan seperti nyamuk
mengisyaratkan kepada kita jangan kita menjadi seperti nyamuk, yakni
keberadaannya tidak disukai karena suka mengganggu, mencari nafkah dengan
menyakiti dan mengambil dak orang lain dan bila makan secara berlebihan hingga
akhirnya mati. Allah swt. berfirman,
“Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan
berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu[6].
Adapun orang-orang yang beriman, maka mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar
dari Tuhan mereka, tetapi mereka yang kafir mengatakan: "Apakah maksud
Allah menjadikan ini untuk perumpamaan?." Dengan perumpamaan itu banyak
orang yang disesatkan Allah[7],
dan dengan perumpamaan itu (pula) banyak orang yang diberi-Nya petunjuk. Dan
tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik[8],”
(al-Baqarah: 26)
7.
Seperi Keledai
Keledai melambangkan kebodohan karena tidak konsekuen,
ajaran yang datang dari Allah swt. diyakini, tetapi diabaikannya. Allah swt.
berfirman,
“Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya
Taurat, kemudian mereka tiada memikulnya[9]
adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Amatlah buruknya
perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. Dan Allah tiada memberi
petunjuk kepada kaum yang zalim.” (al-Jumu’ah: 5)
[2],
3. Sebagian ahli tafsir
memandang bahwa ini sebagai suatu perumpamaan , artinya hati mereka menyerupai
hati kera, karena sama-sama tidak menerima nasehat dan peringatan. Pendapat
Jumhur mufassir ialah mereka betul-betul beubah menjadi kera, hanya tidak
beranak, tidak makan dan minum, dan hidup tidak lebih dari tiga hari.
[4]
Maksudnya: Allah akan melimpahkan rahmat-Nya dari langit dengan menurunkan
hujan dan menimbulkan rahmat-Nya dari bumi dengan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan
yang buahnya melimpah ruah.
[5]
Maksudnya: orang yang berlaku jujur dan lurus dan tidak menyimpang dari
kebenaran.
[6]
Diwaktu turunnya surat Al Hajj ayat 73 yang di dalamnya Tuhan menerangkan bahwa
berhala-berhala yang mereka sembah itu tidak dapat membuat lalat, sekalipun
mereka kerjakan bersama-sama, dan turunnya surat Al Ankabuut ayat 41 yang di
dalamnya Tuhan menggambarkan kelemahan berhala-berhala yang dijadikan oleh
orang-orang musyrik itu sebagai pelindung sama dengan lemahnya sarang
laba-laba.
[7]
Disesatkan Allah berarti: bahwa orang itu sesat berhubung keingkarannya dan
tidak mau memahami petunjuk-petunjuk Allah. Dalam ayat ini, karena mereka itu
ingkar dan tidak mau memahami apa sebabnya Allah menjadikan nyamuk sebagai
perumpamaan, maka mereka itu menjadi sesat.
[8]
Keterangan ayat ini :
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ketika Allah
membuat dua contoh perumpamaan kaum munafiqin dalam firman-Nya (Surat Al
Baqarah 17 dan 19), berkatalah kaum munafiqin: "Mungkinkah Allah Yang Maha
Tinggi dan Maha Luhur membuat contoh seperti ini?" Maka Allah turunkan
ayat tersebut di atas (S. 2: 26). Ayat ini menegaskan bahwa dengan
perumpamaan-perumpamaan yang Allah kemukakan, orang yang beriman akan menjadi
lebih tebal imannya. Dan hanya orang fasiq yang akan lebih sesat dari petunjuk
Allah.
(Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dengan berbagai sanad yang bersumber dari
as-Suddi.)
Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa ayat 26 tersebut di atas (S. 2: 26)
diturunkan sehubungan dengan surat al-Haj ayat 73 dan surat al-Ankabut ayat 41.
Dengan reaksi kaum munafiqin yang berkata: "Bagaimana pandanganmu tentang
Allah yang menerangkan lalat dan laba-laba di dalam al-Quran yang diturunkan
kepada Muhammad. Apakah ini bukan bikinan Muhammad?"
(Diriwatkan oleh al-Wahidi dari Abdul Ghani bin Said at-Tsaqafi, dari Musa
bin Abdurrahman dari Ibnu Juraij dari Atha yang bersumber dari Ibnu Abbas.
Abdul Ghani sangat dla'if.)
Dalam riwayat lain dikemukakan, bahwa ketika Allah menerangkan laba-laba dan
lalat dalam surat al-Hajj 73 (S. 22: 73) dan al-Ankabut 41 (S. 29: 41) kaum
musyrikin berkata: "Apa gunanya laba-laba dan lalat diterangkan dalam
al-Qur'an?" Maka Allah turunkan ayat tersebut di atas (S. 2. 26).
(Diriwayatkan oleh Abdurrazaq dalam tafsirnya, dari Ma'mar yang bersumber
dari Qatadah.)
Dalam riwayat lain dikemukakan, bahwa ayat tersebut di atas (S. 2: 26)
diturunkan sehubungan dengan surat al-Hajj 73 dan surat al-Ankabut 41, dengan
reaksi kaum musyrikin yang berkata: "Contoh macam apakah ini yang tidak
patut dibuat perumpamaan?"
(Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Hasan.)
Keterangan:
Menurut as-Suyuthi: "Pendapat yang pertama (Ibnu Jarir) lebih shahih
sanadnya dan lebih munasabah dengan permulaan surat. Sedangkan yang menerangkan
kaum musyrikin, tidak sesuai dengan keadaan ayat Madaniyyah (yang diturunkan di
Madinah)." Adapun yang diriwayatkan oleh al-Wahidi (sebagaimana telah kami
kemukakan di atas) yang bersumber dari Qatadah dan Hasan, dengan tidak pakai
isnad, munasabah apabila menggunakan kata: "Berkatalah kaum Yahudi."
[9]
Maksudnya: tidak mengamalkan isinya, antara lain tidak membenarkan kedatangan
Muhammad s.a.w.
Langganan:
Postingan
(
Atom
)